Minggu, 06 Mei 2018

JAPANESE


OLAHAN JEPANG, PILIHAN MUSLIM

Berbicara mengenai gaya kehidupan muslim. Kehidupan seorang muslim diwarnai dengan rasa kewaspadaan. Kewaspadaan itu agar tetap berada di batas semestinya. Semua itu diatur dalam Al-Qur’an maupun As-Sunnah. Mulai dari jual beli, persaudaraan, bahkan makanan. Dalam Islam, telah ditunjukan antara halal dan haram. Membeli makanan siap saji pun menjadi kewaspadaan.
Pasalnya, tidak diketahui proses memasaknya. Tidak diketahui pula bahan-bahan yang digunakan. Sepatutnya bagi seorang muslim, harus pandai memilih. Sebelum membeli suatu makanan siap saji. Zaman sekarang ini banyak penjual yang pandai dalam mencari keuntungan. Biasanya para penjual menggunakan kelicikan didalamnya.
Tentunya orang-orang Asia tak asing dengan masakannya. Banyak menu yang mengandalkan hidangan mentah. Seperti daging dan sayuran yang disajikan mentah. Namun, berbeda dengan orang Indonesia. Di Indonesia jarang ditemui masakan mentah. Keanekaragaman menu di Indonesia menyajikan masakan matang. Tak jarang ulat pun menjadi santapan suatu daerah di Indonesia.
Banyak masyarakat di Indonesia, utamanya remaja. Sangat suka dengan dunia anime Jepang. Tak heran, di Indonesia sendiri banyak yang menggandrunginya. Masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang latah. Di anime memakan sashimi, orang Indonesia juga tertarik mencobanya. Sampai-sampai lifestylenya pun berubah. Mereka rela menghabiskan uang, memotong rambut ala anime. Jangan lupa, pola hidup Jepang berbeda dengan masyarakat Indonesia.
Tak ketinggalan pula budaya luar yang masuk ke Indonesia. Tak pandang bulu, apakah budaya itu baik atau tidak. Masyarakat Indonesia langsung mengikuti saja alur budayanya. Sangat jelas, antara budaya luar dengan Indonesia sangat berbeda. Sebagai masyarakat Indonesia yang pandai. Hendaknya meng-filter budaya yang masuk. Agar tidak terjerumus dengan perubahan yang negatif.
Kita tahu, bahwa orang Jepang saling menghormati. Orang jepang hendak menyebrang jalan saja menggunakan salam penghormatan. Kalau di Jawa biasanya dikenal dengan “nuwun sewu”. Seperti di Indonesia yang punya pakaian tradisional. Jepang pun kuga memiliki pakaian kebesaran Kimono.
Negara Jepang terkenal dengan makanannya yang serba mentah. Hal ini didukung dengan kualitas perairan di Jepang. Ikan mentah sangat kaya akan protein. Memang berbeda kandungan protein ikan yang telah diolah. Hampir semua masakan Jepang disajikan keadaan mentah. Tak heran, jika orang Jepang dikenal dengan kepandaiannya.
Mengenai masakan Jepang, pertama kali mencoba di Hikaru Dining. Mendengar kata Hikaru saja, saya sudah bisa membayangkan. Langsung saya searching masakan Jepang di Hikaru. Melihat menunya di google, tenggorokan saya rasanya geli. Sangat bisa membayangkan, waktu saya mencobanya. Sebagai orang Indonesia asli tak pernah menjajal masakan mentah.
Resto Asia yang saya kunjungi berada di Hartono Mall, Solo. Waktu itu, saya berangkat dari rumah pukul 14.35 WIB. Dan sampai di Hartono Mall sekitar pukul 15.00 WIB. Saya dan teman-teman langsung segera mencari lokasi Hikaru Dining. Sebelumnya, saya searching ulasan pengunjung. Banyak pengunjung yang merekomen makan di sana. Katanya, sushi dan ramen terenak di Solo berada di Hikaru Dining.
Selain itu, desain interiornya menjadi pemikat pengunjung. Dilihat dari gambar, desainnya tidak mencolok ke Jepang. Banyak sekali pengunjung yang puas setelah berkunjung ke sana. Apalagi, Hikaru Dining menawarkan olahan non MSG. Tak perlu khawatir, Hikaru Dining menyajikan olahan halal. Banyak pula olahan vegetarian di sana. Cocok buat hangout bareng temen.
Awalnya, kami kebingunan mencari lokasi Hikaru Dining. Saya pikir Hikaru Dining, masuk ke area food corner. Dan biasanya area food corner itu ada di lantai paling atas. Setelah saya dan teman-teman naik sampai ke atas, hasilnya zonk. Hikaru Dining tidak ada di area food corner. Akhirnya, kami pun turun, saya tidak begitu ingat lantai berapa. Karena banyaknya eskalator yang kami lewati.
Hikaru Dining terletak di upper ground. Sebelum masuk, saya dan teman  saya membaca menu yang ada di depan resto. Saya bolak-balik membuka menu, tapi saya tidak tertarik. Mungkin karena saya tidak pernah makan olahan Jepang. Sekitar pukul 15.30 WIB, kami masuk ke Hikaru Dining. Pelayan langsung menyambut dan memberi buku menu. Hampir sepuluh menit lebih kami memilih menu.
Lucunya, kita memilih menu lama tapi belum menemukan pilihan. Sampai-sampai pelayannya pun datang dan kembali lagi. Belum duduk saja kami sudah membuat ulah. Mulai dari bingung mencari tempat. Hingga, menyenggol mangkok di atas meja. Pasti mengeluarkan suara, sampai pelayannya pun melihat. Karena posisi saya dekat dengan kasir, pelayannya pun terus melihat. Mungkin dia mengira, bahwa kita baru pertama kali.
Bagi kami, menu-menu yang ditawarkan sangat asing. Apalagi, kebanyakan berbahan dasar ikan mentah. Pusing dengan pilihan menu makanan, saya tunda dulu pemesanan. Setelah itu, saya memilih menu minuman. Yang buat saya tak tahan adalah harga es teh. Minuman paling murah di Hikaru Dining, air mineral seharga Rp 8.000. Sempat berfikir, mineral itu bersumber dari mata air mana.
Minuman jenis es teh pun di atas Rp 15.000. Karena untuk pertama kali seumur hidup, saya mencoba menu baru. Jepang terkenal dengan matcha atau ochanya. Jadi, saya memutuskan memilih Matcha Caramel Frappucino. Tentunya dengan pertimbangan harga yang matang. Selain harganya, saya memilih juga tertarik dengan caramelnya.
Kembali memilih makanan dengan penuh pertimbangan. Kalau saya pesan sushi, sudah membayangkan ikan mentahnya. Tapi saya tertarik mencoba sushi sekali-kali. Berubah pikiran lagi ke menu bento. Dilihat dari gambarnya, campur aduk melihatnya. Karena ada ayam yang disiram saus Jepang. Adapula saus mayo di tengahnya.
Berubah ke menu selanjutnya, Sashimi. Membaca sashimi sambal membayangkan ikan mentah. Sashimi memang olahan ikan mentah khas Jepang. Ingin mencobanya, tapi perut saya sudah merasakan mual. Karena menu yang serba mentah, saya berfikir akan memilih nasi goreng. Dan ternyata memang ada nasi goring di daftar menu. Dengan nama Gohan. Awalnya saya mau memilih Gohan. Setelah dipikir-pikir, Gohan di Indonesia tidak asing.
Kecintaan pada drama Korea, tak asing dengan ramen. Meskipun ramen itu khas Jepang. Tapi banyak drama Korea yang menayangkan ramen. Karena saya tidak suka mie, saya tidak memilihnya. Pikiran saya, ramen sama saja dengan mie instan. Namun, teman saya memilih ramen. Dia jatuh hati pada Chiken Teriyaki Shagyu Ramen.
Akhirnya, saya memutuskan untuk memilih Nigiri. Saya penasaran dengan Inari Spicy Tuna. Selain itu, kami juga memesan Chiken Teriyaki Donburi dan Midori Roll. Chiken Donburi ini sejenis nasi dengan ayam saus Jepang. Dengan porsi yang besar dan nasi Jepangnya. Midori Roll sendiri sejenis Sushi. Tapi ikannya tidak sepenuhnya mentah.
Inari Spicy Tuna saya akhirnya datang. Dalam satu piring berisi dua Inari besar. Menurut saya, luaran Inari terbuat dari telur. Terdapat ikan mentah dan nasi khas Jepang. Saya dapat memaknai sebuah Inari tersebut. Bahwa masakan Jepang selalu mencaga cita rasa alami. Dengan nasi khas Jepangnya di setiap menu makanan.
Pertama mencoba Inari saya suka. Setelah berkali-kali rasa mual pun datang. Inari itu pedas karena spicy. Dan asam karena sedikit campuran nori. Saya sangat suka nori kering. Tapi karena rasa Inari yang campur aduk. Membuat saya mual dan tak kuat menelan. Niat ingin menetralisir dengan minum Matcha. Rasa mual semakin bertambah, karena saya memakan caramelnya. Namun, rasa Matchanya sendiri enak khas Jepang.
Suasana di Hikaru Dining sangat nyaman. Betah berlama-lama diam di sana. Sampai lupa waktu, hampir dua jam saya di sana. Waktu itu, ada keluarga yang makan di sana. Kebanyakan pengunjung di sana tidak memakai jilbab. Bahkan pakaian yang kurang bahan saya temui. Risih melihatnya, karena kami bersebelahan.
Selang beberapa waktu, keluarga itu pergi. Tidak hanya pengunjung tak memakai jilbab. Ternyata di sebuah resto Asia, saya menemukan pengunjung berjilbab. Saya pikir hanya orang seperti itu yang datang. Pengunjung muslim pun juga turut merasakan. Jadi, seorang muslim juga turut masuk ke dalam dunia seperti itu.
Sebagai seorang mahasiswa muslim di Indonesia. Kekhawatiran atas halalnya makanan pasti muncul. Kebanyakan makanan luar negeri dicampur minyak babi. Saya juga tidak tahu bahan yang digunakan. Tempat di dalamnya sangat bersih. Ditambah pelayan yang menggunakan pakaian kimono. Umbul-umbul tulisan Jepang juga menambah kekhasan.
Dari salah satu pelayan, saya mengetahui alasan kerja di resto Asia. Utamanya, karena diasangat suka dengan Jepang. Tertarik pula dengan resto Jepang. Baru beberapa tahun saja, dia sangat betah dengan kerjaannya. Dari situlah saya mendapat pelajaran. Bahwa setiap pekerjaan didasari dengan rasa suka. Jika kita menyukai pekerjaan itu. Entah berat atau ringan sebuah pekerjaan. Akan memberi kenyamanan bagi diri kita sendiri.
Jangan pula berpikir negatif dengan masakan luar. Tidak semua resto Asia menyajikan o;ahan babi. Tidak semua embel-embel “halal” kita yakini. Maka dari itu, kewaspadaan dan kekhawatiran sebaiknya tetap terjaga. Belum tentu tulisan “halal” menyajikan makanan halal. Bisa jadi, resto tanpa embel-embel “halal” menyajikan olahan non halal. Itu semua tergantung pada keyakinan kita atas olahan tersebut.
Jika keraguan dan kekhawatiran muncul. Lebih baik, kita tinggalkan saja. Daripada makan makanan tetapi tidak menikmati. Dalam Islam, keraguan menjadi patokan kita. Kita ragu terhadap sesuatu, tinggalkan. Keraguan itu dapat diatasi dengan bertabayun. Mencari asalnya sampai benar-benar hilang keraguan.
Kita bisa bertabayun olahan makanan. Dengan melihat sendiri cara masakanya. Atau mungkin, bertanya kepada chef. Apa saja bahan yang digunakan olahan tersebut. Bisa langsung to the point. Menanyakan apakah olahan ini halal. Ketika saya makan di Hikaru Dining. Saya yakin saya bahwa masakan itu halal. Karena, masakan Jepang berbahan ikan mentah dan juga vegetarian.